Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kumpulan Puisi Karya Taufiq Ismail Bagian 4

Kumpulan Puisi Karya Taufiq Ismail Bagian 4


Pada kesempatan sebelumnya, Media Pembelajaran pernah menyajikan Kumpulan Puisi Karya Taufiq Ismail pada bagian ketiga. Nah, kali ini kami sajikan Puisi-puisi Karya Taufiq Ismail Bagian Keempat. Silahkan di simak ya!

 

Kumpulan Puisi Karya Taufiq Ismail Bagian 4

DI TELUK IKAN PUTIH

Di Teluk Ikan Putih, telah terjangkar jasmaniku di pelabuhannya

Pada kapal-kapal yang masuk dan tertambat sehari-hari

Anak-anak camar bertebar atas arus melancar

Dan perbukitan dandan perlente pina-pina berduri

 

Di Teluk Ikan Putih menutup siang musim semi panjang

Pada langitnya keruh asap, bayang bangunan dan baja

Di perut kota bangkitlah malam sambil melenggang

Dan dermaganya hening lelap, berlelehan keristal kaca

 

Selamat jalan, malam-malam putih berhujan kapas

Lewati perairan alim dengan pipinya dingin

Masih ada yang berlinangan di sela gugusan karang

Ngenangkan musim mengandung belati dalam angin

Jabatlah teluk kami, persinggahan di tahun datang.

 1957

 

LAGU UNGGAS LAGU IKAN

Katak rawa-rawa

Menyanyi sendiri

 

Pii

Wii

 

Serangga pepohonan

Daun bermerahan

 

Angsa menggelepar

Dan berbunyi

 

Pii

Wii

 

Ikan danau jauh

Jerami yang luruh

 

Langit mengental

Paya-paya kristal

Unggas sembunyi

Hutan pun mati

Bunyi yang sunyi

Pii

Wii

 1971

 

ADAKAH SUARA CEMARA

     Ati

 

Adakah suara cemara

Mendesing menderu padamu

Adakah melintas sepintas

Gemersik daunan lepas

 

Deretan bukit-bukit biru

Menyeru lagu itu

Gugusan mega

Ialah hiasan kencana

 

Adakah suara cemara

Mendesing menderu padamu

Adakah lautan ladang jagung

Mengombakkan suara itu.

 1972

 

TAMAN DI TENGAH PULAU KARANG

Di tengah Manhattan menjelang musim gugur

Dalam kepungan rimba baja, pucuknya dalam awan

Engkau terlalu bersendiri dengan danau kecilmu

Dan perlahan melepas hijau daunan

 

Bebangku panjang dan hitam, lusuh dan retak

Seorang lelaki tua duduk menyebar

Remah roti. Sementara itu berkelepak

Burung-burung merpati

 

Di lingir Manhattan bergelegar pengorek karang

Merpati pun kaget beterbangan

Suara mekanik dan racun rimba baja

Menjajarkan pohon-pohon duka

 

Musim panas terengah melepas napas

Pepohonan meratapinya dengan geletar ranting

Orang tua itu berkemas dan tersaruk pergi

Badai pun memutar daunan dalam kerucut

Makin meninggi.

 1963

 

MUSIM GUGUR TELAH TURUN DI RUSIA

Seekor burung raksasa pada suatu malam cuaca mengembangkan sayap-nya yang perkasa mengibas-ngibaskannya gemuruh dan lena maka rontoklah bulu beledru di langit tua dan biru gugur dan gugur melayang dan berbaur

 

Musim gugur telah turun di Rusia

 

Berjuta bintik kapas warna putih angsa pada suatu malam cuaca naik mengambang bersama dan menggeliatlah dia menggelepar menyerakkan warna dan aroma

 

Musim panas melayang di atas Rusia

 

Dengan malasnya burung itu terbang sayapnya mengibaskan angin agak dingin daun-daun beriozka jadi berganti warna burung raksasa tiba di atas kutub utara dia berkaca sekilas di laut terus melayang ke bagian bumi yang lain seraya membagi-bagikan angin yang agak dingin

 

Musim gugur telah turun di Rusia.

 1970

 

TREM BERKLENENGAN DI KOTA SAN FRANCISCO

Pagimu yang cerah, San Francisco, sampai padaku di atas bukit itu, lautmu bagai bubur agar-agar, uap air di langitmu mencecerkan serbuk kabut seperti tepung nilon dan terjela-jela sepanjang jembatan raksasamu tepat seperti kartu pos bergambar yang pernah kubeli di kedai Hindustan duapuluh empat tahun yang silam di Geylang Road ketika aku masih bercelana pendek dan asyik menghafalkan nama-nama hebat dengan huruf-huruf c, v, x, dan y pada pelajaran ilmu bumi di Sekolah Rakyat partikelir.

 

Matahari terlalu gembira menyinari bukit-bukitmu. Bukit-bukit yang ditumbuhi rumah-rumah Eropah, Meksiko, Habsyi dan Cina, bercat putih beratap merah tua dengan bunga-bungaan yang mekar karena persekutuan akrab dengan musim semi bagai tak kunjung habisnya. Debu segan padamu. Kotoran mekanika dan asam arang kauserahkan sepenuhnya pada Los Angeles si buruk muka. Dia cemburu padamu.

 

Pasar buah dan rempah-rempah. Trem berklenengan dan meluncur gila pada penurunan bukit-bukit sama-kaki yang sempit. Sebuah peti cat meledak di udara dan warna-warna pun dibagi-bagi pada deretan bangunan dinding trem kota, tulang jembatan, atap, pintu dan jendela. Angin mengeringkannya dan mengaduknya dengan aroma daun-daun perladangan jeruk serta uap perairan dermaga lalu dikibas-kibaskan oleh sayap kawanan burung camar mengatasi muara lautan.

 

Percintaan bulan dengan lekuk-lekuk tubuhmu semacam percintaan anak-anak muda yang garang kemudian dilukiskan oleh pelukis-pelukis kubistis. Emas yang diburu-buru abad yang lalu dilambangkan dalam cahaya natrium, amat geometris, lewat tingkap-tingkap dan pipa-pipa kaca, simetris dan tidak simetris. Kapal-kapal angkat jangkar.

 

Di ujung meja panjang terbuat dari kayu mahoni pada suatu bar dekat Market Street seorang tua berambut putih berkumis putih berjanggut putih duduk di atas kursi plastik yang bentuknya seperti bom waktu. “Aku tidak dengar Amerika menyanyi lagi” ujarnya. Pelayan bar memberinya segelas bir.

 

Amerika tidak menyanyi lagi.

Amerika mengerang.

 

Di atas bar kayu mahoni berlapis formika hampir biru muda, padang-padang Texas dilipat ke tengah, New York berhamburan ke dalam Grand Canyon, Niagara mengental, California tergulung-gulung. Walt Whitman memeras Amerika bagai sehelai karbon bekas, dan si tua itu menuangkan bir Milwaukee berbusa ke atasnya.

 

 

Amerika mengeluarkan bunyi kerupuk kentang kering.

Yang dikunyah lambat-lambat.

 

Camar-camar teluk San Francisco melayang di atas kedai-kedai bunga tulip, menelisik jaringan kawat trem-trem yang berkenengan dan buang air tepat di atas kantor asuransi.

 

Selamat jalan c

Selamat jalan v

Selamat jalan x

Selamat jalan y

Selamat jalan.

1972

 

SEORANG KULI TUA DI SETASIUN YOKOHAMA

Seorang kuli tua di setasiun Yokohama

Ketika ekspres tengah hari masuk dari ibukota

Berdiri agak terbungkuk di depan peron

Handuk kecil di lehernya

 

Beratus penumpang turun sepanjang ruangan

Menari dalam kilau jendela kereta

Ia pun menjamah koporku setelah menatapku

Agak lama

 

Hari itu musim panas di bulan Agustus

Udara sangat lembab dan angin tak bertiup

Menyeka dahi ditolaknya lembaran uang

‘Aku dulu di Semarang’

 

Dengan hormat diucapkannya selamat jalan

Ia pun kembali ke setasiun berbata-bata

Berkaus dan bersepatu putih

Tiba-tiba wajahnya sangat tua

 

Di kapal kenapa kuingat kakak sepupuku

Opsir Peta di Jatingaleh berlucut senjata

Terbunuh dalam pertempuran lima hari

Dua belas tahun yang lalu

 

Hari itu musim panas di bulan Agustus

Ketika ekspres tengah hari masuk dari ibukota

Seorang kuli di setasiun Yokohama

Tiba-tiba wajahnya sangat tua.

 1963

 

Selanjutnya: Kumpulan Puisi Karya Taufiq Ismail Bagian Kelima

Post a Comment for "Kumpulan Puisi Karya Taufiq Ismail Bagian 4"

---CARI TAHU BERITA MENARIK---